JAKARTA – Sejak diterbitkan Jumat (11/2/2022), Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 telah ramai mendapat respon penolakan di media sosial. Di Twitter misalnya, ramai netizen yang kompak menolak Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) tersebut. Perlu diketahui bahwa peraturan tersebut mengatur salah satunya pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa cair saat peserta berusia 56 tahun. Hal tersebut sontak memicu respons para netizen yang diekspresikan melalui tagar #BatalkanPermenaker2_2022. Sebagian besar cuitan menyatakan bahwa alasan penolakan karena uang yang ada di dana JHT mereka bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan ketika mereka sedang tidak memiliki pekerjaan.
Salah satu netizen yang merasa keberatan dengan aturan pencairan JHT pada usia 56 tahun yang diatur Permenaker adalah akun bernama @romiyadi993 menyebut dana JHT yang dicairkan bisa menjadi modal untuk kebutuhan usaha atau kebutuhan lain-lain ketika mereka tidak lagi bekerja. “Kalo yang kerja umurnya masih muda, nunggu sampai tua, orang kan gak tau akan kebutuhan tiba-tiba, bisa buat modal buka usaha, apa lagi sekarang lagi susah, kadang juga orang kerja udah capek mau usaha sendiri,” katanya. Kemudian penolakan juga datang dari netizen lain yang menyebut uang JHT dapat membantu mereka yang kehilangan pekerjaan, terlebih di tengah pandemi Covid-19. “Banyak orang yg resign/diberhentikan dari pekerjaannya apalagi dalam situasi pandemi sekarang ini…mereka berharap bisa mengambil UANGNYA yang dititipin di bpjstk,” ujar @elysalwa. Rangkaian penolakan Permenaker 2/2022 dari masyarakat bahkan dilontarkan masyarakat dalam sebuah petisi. Dilaporkan pada Sabtu (12/2) pukul 11.39 WIB, petisi telah ditandatangani oleh 108.358 orang.
Senada dengan hal tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyatakan pihaknya juga menolak jika dana Jaminan Hari Tua (JHT) tersebut diperlambat pencairannya, dan berharap tidak dipinjam pemerintah untuk pembangunan proyek-proyek mercusuar. Pernyataan ini disampaikan Said merespons Menaker Ida Fauziyah yang mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tersebut. “Jadi sengaja ditahan, JHT tidak boleh diambil, kemudian digunakan dana-dana ini dipinjam oleh negara,” kata Said dalam konferensi pers yang berlangsung daring, Sabtu (12/2). “Kami menolak keras penggunaan dana JHT, dana jaminan pensiun, dan dana-dana jaminan sosial lainnya di BPJS Ketenagakerjaan digunakan oleh pemerintah untuk menjalankan program-program mercusuarnya yang karena dananya tidak ada lagi,” sambungnya.
Lebih lanjut, ia mengaku heran melihat langkah Maneker Ida Fauziyah menerbitkan aturan JHT baru dapat dicairkan saat pegawai berusia 56 tahun. Said pun mempertanyakan apakah langkah itu ditempuh karena anggaran negara sudah habis dan pemerintah harus meminjam uang rakyat yang tersimpan sebagai JHT. Menurutnya, langkah menerbitkan aturan JHT baru dapat dicairkan saat pegawai berusia 56 tahun tidak tepat karena pemerintah tidak bisa menjamin kehidupan masyarakat yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun. “Apa jangan-jangan anggaran negara sudah habis, [terus pemerintah] mau ambil dana dari rakyat dengan hanya bisa diambil usia 56 tahun untuk JHT? Misalnya, umur saya 30 tahun saya kena PHK, berarti saya harus tunggu 26 tahun, terus menuju umur 56 tahun saya makan apa? Memangnya pemerintah kasih saya kerjaan?” imbuhnya. Atas dasar itu, ia meminta pemerintah membatalkan aturan tersebut. Ia juga menilai aturan itu pun tidak memperhatikan kondisi masyarakat yang berstatus karyawan kontrak atau outsourcing.
Sebagai informasi, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 mengatur ketentuan manfaat JHT dibayarkan kepada peserta jika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, meninggal dunia. Selain itu, manfaat JHT juga berlaku pada peserta yang berhenti bekerja seperti mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja, dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
“Manfaat JHT bagi Peserta mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Peserta terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b diberikan pada saat Peserta mencapai usia 56 tahun,” demikian bunyi pasal 5 permenaker tersebut.
BPJS Ketenagakerjaan menyatakan peserta masih bisa mencairkan sebagian dana jaminan hari tua (JHT) meski belum berusia 56 tahun. Adapun pencairan yang dimaksud adalah 30 persen untuk kepemilikan rumah atau 10 persen untuk keperluan lain dengan ketentuan minimal kepesertaan 10 tahun. “Sedangkan untuk pencairan dana JHT secara penuh hanya dapat dilakukan saat peserta mencapai usia 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia,” ungkap Pejabat Pengganti Sementara Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Dian Agung Senoaji.
Sumber: CNN Indonesia