Defisit BPJS Kesehatan “Menyentuh” Angka 10T

Tahun 2018 menjadi tahun keempat berjalannya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN yang merupakan program pelayanan kesehatan dari pemerintah ini diwujudkan dengan sistem asuransi melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Harapannya agar seluruh warga negara Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan dan dapat meningkatkan derajat kesehatannya menjadi lebih baik.

 

Akan tetapi selama empat tahun berjalan, Program JKN ini tidak lepas dari berbagai masalah, belakangan ini mengenai defisit anggaran yang sudah menyentuh Rp 10 triliun. Menurut Menteri Kesehatan Nila Moeloek, “BPJS Kesehatan memiliki lebih banyak pengeluaran dibanding pendapatan. Sebabnya iuran yang dipungut tidak sebanding dengan klaim yang harus dibayarkan”. Tercatat, per-oktober 2018, jumlah peserta JKN sebanyak 203.284.896 peserta dan terus bertambah. Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai strategi kebijakan, mulai dari mengetatkan pengeluaran dengan sistem kendali mutu dan biaya; mengevaluasi potensi defisit dari moral hazard; melakukan pencegahan penyakit dengan program Indonesia Sehat dan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), bahkan telah menggelontorkan dana Rp 4,9 triliun untuk meredam defisit melalui Kementerian Keuangan. Namun berbagai kebijakan tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan, masalah defisit ini tetap terjadi selama tiga tahun terakhir.

 

Peneliti Kebijakan JKN yang juga Dosen Program Studi Asuransi Kesehatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) Risky Kusuma menuturkan ada tiga titik permasalahan mengenai defisit BPJS Kesehatan: 1) Upaya promotif dan preventif di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang belum dilakukan secara optimal; 2) Dana Operasional BPJS yang relatif tinggi. Di Tahun 2015 misalnya, Pemerintah menetapkan 6,74% dana operasional dari iuran, dan di tahun ini (2018), Pemerintah menetapkan dana operasional BPJS Kesehatan sebesar Rp 3,77 triliun yang diambil dari dana Jaminan Sosial Kesehatan. Jika dibandingkan dengan negara lain, tentu dana ini cukup besar untuk kepentingan operasional; dan 3) Kurangnya kesadaran peserta mandiri untuk melakukan pembayaran iuran. Beberapa faktor inilah yang dianggap perlu mendapat perhatian yang lebih.

 

Idealnya, Pemerintah perlu mengeluarkan effort yang lebih besar untuk mengoptimalkan jaminan kesehatan nasional. Selain melakukan perbaikan-perbaikan sistem, juga perlu dukungan dana lebih untuk menyelesaikan masalah defisit anggaran. (sld)

 

About pakem

One comment

  1. Opini saya upaya promotif dan preventif bukan ranahnya BPJS, akan tetapi Kemenkes lewat Upaya Kesehatan Masyarakatnya.
    Mungkin perlu disoroti juga dari besaran iuran peserta, dan pembayaran klaim peserta JKN. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published.