Jenderal Andika Prakasa ketika dilantik menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. ANTARA FOTO/ Wahyu Putro
Jenderal Andika Prakasa ketika dilantik menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. ANTARA FOTO/ Wahyu Putro

Menunggu Persetujuan Panglima TNI Usulan Presiden

Konflik Laut Natuna Utara dan gerakan bersenjata di Papua akan jadi tantangan utama Panglima TNI baru. Pengamanan Pemilu 2024 menjadi tugas panglima periode berikutnya.

Setelah sekian lama ditunggu-tunggu, pada akhirnya Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal  Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI. Dia disiapkan untuk menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto, yang dalam waktu dekat akan memasuki masa pensiun.

Surat penunjukkan itu diantar langsung Menteri Sekretaris Negara Pratikno ke Ketua DPR-RI Puan Maharani, Rabu (3/11/2021). Usai menerima Surat Presiden (Surpres) nomor R-50/Pres/2021, tentang Pengangkatan Panglima TNI, Puan Maharani mengajak Mensesneg Pratikno bersama-sama mengumumkannya kepada wartawan di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta. Para wartawan menyambutnya antusias.

“Pada hari ini, presiden telah menyampaikan surat presiden mengenai usulan calon Panglima TNI kepada DPR-RI, atas nama Jenderal Andika Perkasa, untuk mendapat persetujuan DPR,” kata Puan dalam keterangan resminya. Sebagai pimpian DPR, Puan mengatakan, akan menindaklanjuti surpres tersebut dan menugaskan Komisi I untuk melakukan pembahasan fit and proper test.

Setelah dilakukan pembahasan dan fit and proper test, Komisi I akan melaporkan hasil tersebut di paripurna untuk mendapat persetujuan. ‘’Persetujuan DPR  terhadap calon panglima yang diusulkan oleh presiden, disampaikan pada presiden paling lambat 20 (dua puluh) hari, tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon panglima diterima DPR RI,” Puan menambahkan.

Baca Juga : Kabar Baik, untuk Obat Covid-19

Puan Maharani menyebutkan pula, sebelum memberikan persetujuan, DPR akan memperhatikan berbagai aspek yang dapat memberi keyakinan, yakni Panglima TNI yang diusulkan presiden dan didukung DPR itu, bisa menjalankan tugas sebagaimana yang diatur dalam UU TNI.

“TNI ke depan diharapkan bisa merespons dan mengantisipasi dinamika perkembangan geopolitik serta medan perang baru yang dipenuhi oleh perang cyber dan teknologi yang dapat mengancam kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa,” ujarnya.

Kalangan anggota Komisi I menjanjikan, proses persetujuan DPR bisa lebih cepat dari batas  20 hari yang  diatur undang-undang. ‘’Minggu depan, fit dan proper test bisa dilakukan, dan kalau disepakati secepatnya dibawa ke sidang pleno, supaya minggu depannya sudah bisa dilantik,’’ kata Mayjen (Purn) Tubagus Hasanuddin, anggota Komisi dari Fraksi PDI Perjuangan.

Dalam sejarahnya, pengangkatan Panglima TNI memerlukan persetujuan DPR, sebagaimana diatur dalam UU nomor 34 tahun 2004, tidak sekalipun ada penolakan dari DPR. Dengan kata lain, pilihan presiden umumnya telah mempertimbangkan aspirasi di DPR.

Ditunjuknya Jenderal  Andika ini juga menandakan, rotasi antarmatra di puncak pimpinan tentara bukan keharusan, meski dimungkinkan undang-undang. Bila dihitung sejak reformasi TNI digulirkan 1999, ada delapan nama panglima. Dua dari Angkatan Laut yakni Laksamana Widodo AS (1999-2002) dan Laksamana Agus Suhartono (2010-2013), dan dua lainnya dari matra udara, yakni Marsekal Djoko Suyanto (2006-2007) dan Marsekal Hadi Tjahjanto (2017-2021).

Yang dari matra darat ada empat orang, yakni Jenderal Endriartono Sutarto (2002-2006), Jenderal Djoko Santoso (2006-2010), Jenderal Moeldoko (2013-2015), dan Jenderal Gatot Nurmantyo (2015-2017). Bila Jenderal Andika Perkasa disetujui DPR, daftarnya akan menjadi lima orang.

‘’Soal matra itu bukan lagi isu. Semua sepakat, pemilihan panglima itu kembali kepada kebutuhan presiden atas tantangan situasi yang dihadapi dan peran yang diharapkan dari TNI,’’ kata Tubagus Hasanuddin. Menurutnya pula, saat ini ada beberapa masalah yang dihadapi Indonesia baik secara domestik maupun secara regional di lingkungan strategisnya.

Secara domestik, menurut Tubagus Hasanuddin, ada persoalan kelompok bersenjata di Papua juga Poso yang harus ditangani. Kedua, ada soal Covid-19 yang penanganannya juga memerlukan dukungan TNI. Dari sisi lingkungan geostrategis, menurutnya, ada ketegangan di Laut Natuna Utara. Di situ ada konflik kepentingan antara Tiongkok dan Amerika Serikat (USA) bersama sekutunya yang tergabung ke dalam pakta pertahanan AUKUS (Australia, UK, dan USA).

‘’Saya kira Jenderal Andika bisa membantu presiden menghadapi situasi ini dengan tenang, tanpa harus membuat Indonesia ikut terseret,’’ katanya. Tubagus Hasanuddin juga menyatakan, kedua kepala staf yang lain, yakni KSAL Laksamana Yudo Margono dan KSAU Marsekal Fajar Prasetyo pun punya kelas yang sama untuk menghadapi persoalan tantangan strategis TNI.

Ketentuan pada UU TNI mensyaratkan, Panglima TNI harus pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan. Sesuai ketentuan itu, maka tiga kepala staf yang ada bisa dicalonkan oleh presiden. Namun, karena pejabat terdahulu Marsekal Hadi Tjahjanto dari matra udara, maka kandidat pun tinggal Jenderal Andika dan Laksamana Yudo. ‘’Bahwa yang ditunjuk Jenderal Andika, itu hak prerogatif presiden,’’ kata Tb Hasanuddin.

Bila disetujui DPR-RI, Jenderal Andika, yang dibesarkan di korps baret merah Kopassus itu, hanya punya waktu 13 bulan memimpin TNI, karena usia pensiun 58 tahun akan jatuh pada 21 Desember 2022. Penggantinya diharapkan bisa bertugas melewati situasi rawan Pemilu Serentak 2024. Pada situasi ini, Laksamana Yudo dan Marsekal Fajar Prasetyo juga bukan pilihan, karena keduanya akan pensiun di tengah proses pemilu. Maka, calon penggantinya pun diperkirakan ialah kepala staf yang lahir tahun 1967 ke atas, dan lulusan Akmil, atau AAL atau AAU tahun 1989-1990. Siapun dia nanti, itu juga dikembalikan kepada hal prerogatif presiden.

Sumber : indonesia.go.id

Baca Juga : Inilah Biaya, Lokasi, dan Ketentuan untuk Uji Emisi Kendaraan

About pakem

Leave a Reply

Your email address will not be published.