Doctor hands typing on laptop keyboard

PERLINDUNGAN DATA PASIEN DI ERA DIGITAL: TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN TANTANGAN

Penulis: Pebri Rahmat Maharji (NPM: 29220000005)

Mahasiswa Program Studi S1 Hukum UIMA

Di era digital saat ini, perlindungan data pasien menjadi isu krusial dalam sistem kesehatan global, terutama dari perspektif hukum. Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan data medis secara elektronik menjadi hal yang umum. Namun, di balik kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan, terdapat tantangan serius yang perlu diatasi untuk menjaga privasi dan keamanan data pasien.

Perlindungan data pasien bukan hanya tentang menjaga privasi individu tetapi juga tentang mematuhi regulasi hukum yang berlaku. Di Amerika Serikat, undang-undang Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA) mengatur bagaimana informasi kesehatan pribadi harus dilindungi. HIPAA menetapkan standar ketat mengenai pengelolaan data kesehatan, termasuk hak pasien untuk mengakses dan mengontrol data mereka. Kepatuhan terhadap HIPAA tidak hanya melindungi pasien tetapi juga mencegah institusi kesehatan dari sanksi hukum yang berat (Kuntardjo: 2020).

Di Eropa, General Data Protection Regulation (GDPR) memberikan perlindungan yang lebih komprehensif. GDPR menetapkan hak-hak individu terkait data pribadi, termasuk hak untuk mengakses, memperbaiki, dan menghapus data. Regulasi ini juga mengharuskan organisasi untuk melaporkan pelanggaran data dalam waktu 72 jam setelah terdeteksi. Kepatuhan terhadap GDPR adalah kewajiban hukum yang penting dan merupakan bagian dari tanggung jawab etika dalam melindungi data pribadi (Awwaliyah & Juniarti: 2024).

Sementara itu, di Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang diundangkan pada tahun 2022 memberikan kerangka hukum untuk perlindungan data pribadi, termasuk data kesehatan. UU PDP mengatur prinsip-prinsip dasar perlindungan data, hak-hak individu, dan kewajiban pengendali data. Kepatuhan terhadap UU PDP adalah kewajiban bagi institusi kesehatan di Indonesia, dan ketidakpatuhan dapat mengakibatkan sanksi administratif yang signifikan. Hal ini menegaskan betapa pentingnya perlindungan data pasien tidak hanya dari perspektif hukum tetapi juga dari perspektif etika.

Meskipun regulasi telah diterapkan, perlindungan data pasien menghadapi sejumlah tantangan hukum yang signifikan. Salah satu tantangan utama adalah serangan siber. Dengan meningkatnya frekuensi peretasan dan ransomware, data pasien semakin rentan terhadap ancaman siber. Hukum menetapkan kewajiban bagi institusi untuk menerapkan langkah-langkah keamanan yang memadai, namun pelanggaran terhadap kewajiban ini sering kali mengakibatkan konsekuensi hukum yang berat. Institusi yang gagal melindungi data pasien dapat menghadapi denda besar dan tindakan hukum dari pihak ketiga.

Selain itu, pelanggaran data akibat kecelakaan atau kesalahan manusia menjadi tantangan lain yang signifikan. Kesalahan seperti pengiriman email yang salah atau kehilangan perangkat yang mengandung data pasien dapat menyebabkan kebocoran data yang serius. Hukum mengharuskan institusi untuk memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai untuk menangani pelanggaran data serta melaporkan kejadian tersebut sesuai dengan regulasi yang berlaku. Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat mengakibatkan sanksi administratif atau tuntutan hukum.

Variasi dalam standar keselamatan di berbagai institusi kesehatan juga menimbulkan risiko hukum. Tidak semua penyedia layanan kesehatan menerapkan standar perlindungan data yang konsisten. Ketidakpastian ini dapat menimbulkan masalah hukum jika data pasien bocor atau disalahgunakan akibat kurangnya kebijakan keamanan yang memadai. Regulasi seperti HIPAA dan GDPR mengatur standar minimum yang harus dipatuhi, namun implementasi yang tidak konsisten dapat menimbulkan masalah hukum.

Penggunaan data pasien untuk penelitian dan pengembangan juga menambah kompleksitas hukum. Hukum seperti GDPR mengatur penggunaan data pribadi untuk tujuan penelitian, mengharuskan adanya persetujuan yang jelas dan perlindungan yang adekuat. Kegagalan dalam memenuhi persyaratan ini dapat mengakibatkan tindakan hukum dan sanksi yang berat, sehingga memerlukan perhatian yang serius dari institusi kesehatan.

Kompleksitas teknologi yang terus berkembang juga memperburuk tantangan hukum. Dengan banyaknya teknologi baru dan sistem yang saling terhubung, menjaga keamanan data di seluruh rantai teknologi menjadi semakin rumit. Kepatuhan terhadap regulasi memerlukan adaptasi terhadap perubahan teknologi dan ancaman baru yang mungkin muncul.

Untuk menghadapi tantangan hukum ini, institusi kesehatan harus menerapkan langkah-langkah perlindungan yang komprehensif. Salah satu langkah utama adalah enkripsi data. Enkripsi membantu mengamankan data dari akses yang tidak sah, baik saat disimpan maupun saat dikirimkan. Kepatuhan terhadap regulasi mengharuskan penerapan teknologi enkripsi yang efektif untuk melindungi data pasien.

Pelatihan rutin bagi karyawan juga merupakan langkah penting. Karyawan perlu memahami praktik terbaik dalam pengelolaan data dan keamanan siber. Pelatihan ini membantu memastikan bahwa karyawan dapat mengidentifikasi serta menangani potensi ancaman dan memahami kewajiban hukum mereka.

Audit dan pemantauan secara berkala juga diperlukan untuk mendeteksi dan merespons pelanggaran data. Proses ini membantu memastikan bahwa institusi mematuhi regulasi dan dapat mengatasi masalah sebelum menjadi lebih besar. Kebijakan akses yang ketat juga penting untuk memastikan bahwa hanya individu yang berwenang yang dapat mengakses data pasien, mengurangi risiko pelanggaran data akibat akses yang tidak sah.

Terakhir, pembaruan teknologi secara teratur sangat penting untuk melindungi terhadap kerentanan baru yang mungkin muncul seiring dengan perkembangan teknologi. Kepatuhan terhadap regulasi memerlukan adaptasi terhadap perubahan teknologi dan ancaman baru, yang memerlukan perhatian terus-menerus dari institusi kesehatan.

Perlindungan data pasien di era digital adalah tanggung jawab hukum dan etika yang harus diperhatikan dengan serius. Dengan adanya regulasi yang ketat dan tantangan yang kompleks, institusi kesehatan harus proaktif dalam menerapkan langkah-langkah perlindungan yang efektif. Komitmen untuk menjaga keamanan data pasien tidak hanya memastikan kepatuhan terhadap hukum tetapi juga membangun kepercayaan pasien dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Menghadapi tantangan hukum dengan langkah-langkah yang tepat adalah kunci untuk menjaga privasi dan keamanan data pasien dalam dunia yang semakin terhubung.

Referensi

Rizka Putri Awwaliyah, Sony Juniarti, (2024), Perbandingan General Data Protection Regulation (GDPR) Dengan Regulasi Perlindungan Data di Negara-Negara Asia Tenggara, Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 4. No. 4. DOI: https://doi.org/10.3783/causa.v4i4.3535

Carolina Kuntardjo, (2020), Dimensions of Ethics And Telemedicine in Indonesia: Enough of Permenkes Number 20 Year 2019 As A Frame of Teelemedicine Practices in Indonesia, Jurnal Hukum Kesehatan Vol. 6 No. 1. DOI: https://doi.org/10.24167/shk.v6i1.2606.

Ben Lutkevich, HIPAA (Health Insurance Portability and Accountability Act), Web: https://www.techtarget.com/searchhealthit/definition/HIPAA, diakses pada 2 April 2024

Researh Series Embassy Of The Republic Indonesia In Brussels, (2021), A Policy Brief Eu General Data Protection Regulation.

About sasha

Leave a Reply

Your email address will not be published.