
oleh: Nur Rizky Ramadhani
Jakarta – Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sangat signifikan. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi hipertensi pada penduduk berusia di atas 18 tahun mencapai 30,8%. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat, dan pada tahun 2025, diproyeksikan sebanyak 10,44 juta orang akan meninggal akibat hipertensi beserta komplikasinya.
Hipertensi sering dijuluki silent killer karena jarang menimbulkan keluhan atau gejala yang khas, sehingga banyak penderita tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit ini. Kondisi ini sering kali baru terdeteksi ketika telah terjadi komplikasi atau dampak jangka panjang, seperti stroke, serangan jantung, gagal ginjal, dan berbagai masalah kesehatan serius lainnya.
Saat ini, hipertensi tidak hanya menyerang kelompok usia tua, tetapi prevalensinya juga mulai meningkat di kalangan usia muda. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup tidak sehat yang semakin umum di kalangan generasi muda. Kondisi ini menjadi lebih mengkhawatirkan karena Indonesia sedang menghadapi bonus demografi, di mana penduduk usia produktif (15–64 tahun) mendominasi struktur populasi.
Bonus demografi ini memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat dalam hal ketersediaan tenaga kerja, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta perbaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Namun, manfaat tersebut hanya dapat tercapai jika kondisi kesehatan penduduk produktif terjaga, disertai kecerdasan dan kemampuan yang memadai. Fenomena ini dapat menjadi bumerang jika kesehatan masyarakat tidak dikelola dengan baik, berpotensi menurunkan produktivitas dan menambah beban pembangunan negara.
Menurut data BPJS Kesehatan, biaya pelayanan kesehatan untuk hipertensi terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2023, beban biaya BPJS Kesehatan akibat penyakit hipertensi mencapai Rp 22,8 triliun. Tingginya biaya layanan untuk kasus hypertensive heart disease menunjukkan bahwa pengelolaan pasien hipertensi di Indonesia masih belum optimal.
Semakin tingginya kasus hipertensi dan komplikasinya di masyarakat, ditambah dengan posisi Indonesia yang sedang menikmati bonus demografi—di mana usia produktif menjadi kelompok terbesar dalam komposisi penduduk—menuntut perhatian khusus. Sayangnya, banyak masyarakat yang masih tidak menyadari pentingnya upaya pengendalian hipertensi dan cenderung mengabaikannya. Padahal, pengendalian hipertensi harus dilakukan sedini mungkin untuk mengurangi risiko komplikasi dini akibat hipertensi dalam jangka panjang.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis dalam menangani hipertensi dengan menerapkan berbagai kebijakan dan program. Program pengendalian hipertensi ini mencakup promosi kesehatan, pencegahan, penapisan (skrining), deteksi dini, tatalaksana medis, serta surveilans dan pencatatan pelaporan. Seluruh langkah tersebut seharusnya dilakukan secara komprehensif, berkesinambungan, dan melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), pemerintah desa, pihak swasta, hingga masyarakat.
Namun, implementasi kebijakan dan program tersebut, terutama dalam pelayanan kesehatan untuk usia produktif, masih lemah dan belum terlaksana sepenuhnya. Kelemahan ini perlu segera diatasi agar program-program tersebut dapat memberikan dampak yang maksimal dalam pengendalian hipertensi di Indonesia.
Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap upaya pencegahan, meningkatnya perilaku berisiko, keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan, kurangnya kepatuhan pasien terhadap pengobatan, serta deteksi dini yang belum menyeluruh menjadi tantangan utama dalam pengendalian hipertensi, terutama pada kelompok usia produktif.
Pengendalian hipertensi pada kelompok usia produktif harus dioptimalkan secara terintegrasi dan berkesinambungan sepanjang siklus hidup. Upaya ini harus dimulai dari tingkat masyarakat, dilanjutkan melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama, fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, hingga kembali lagi ke masyarakat, dengan fokus pada kelompok usia produktif.
Sebagai bagian dari masyarakat produktif yang berdaya, mari kita bersama menjaga kesehatan dan mencegah hipertensi beserta komplikasinya melalui pencegahan “PRIMER”.

Pencegahan PRIMER hipertensi adalah tanggung jawab bersama yang dimulai dari diri kita sendiri, untuk kesehatan dan masa depan kita. Dengan menjadi muda yang berdaya dan sehat, kita dapat berkarya dan produktif, menjaga keberlanjutan generasi produktif, serta mendukung tercapainya pembangunan Indonesia Emas 2045.